Ditambahkan | 11:56 PM |
Kategori | Artikel |
Harga | @" Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung." (QS. Al-Qolam:4) Ayat di atas memuat pujian Allah SWT kep... |
Share | |
Hubungi Kami | |
Beli Sekarang |
Review Akhlaq Mulia Rasulullah SAW
@" Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung." (QS. Al-Qolam:4)
Ayat di atas memuat pujian Allah SWT kepada Rasul pilihan-Nya
Muhammad SAW. Bahwa memang tidak ada manusia yang lebih sempurna
akhlaknya daripada beliau dan merupakan suatu anugerah dari Allah SWT
yang telah memberi taufik kepadanya.
Tidak ada satu pun kebagusan dan kemuliaan melainkan didapatkan pada diri beliau dalam bentuk yang paling sempurna dan paling utama. Hal ini pun diakui oleh para sahabat yang menyertai hari-hari beliau sebagaimana dinyatakan Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu:
“Adalah Rasulullah SAW manusia yang paling bagus akhlaknya.”
Bagaimana Anas tidak memberikan sanjungan yang demikian sementara ia
telah berkhidmat pada beliau sejak usia sepuluh tahun dan terus
menyertai beliau selama sembilan tahun. Dan tidak pernah sekalipun ia
mendapat hardikan dan kata-kata kasar dari Nabi nan mulia ini.
“Aku berkhidmat kepada beliau ketika safar maupun tidak. Demi
Allah terhadap suatu pekerjaan yang terlanjur aku lakukan, tidak pernah
beliau berkata ‘Kenapa engkau lakukan hal tersebut demikian?’ Sebalik
bila ada suatu pekerjaan yg belum aku lakukan tidak pernah beliau
berkata ‘Mengapa engkau tdk lakukan demikian?’.” Demikian pengakuan Anas radhiyallahu ‘anhu.
Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anha ketika ditanya oleh Sa’d bin Hisyam bin Amir tentang akhlak Rasulullah SAW ia menjawab:
“Akhlak beliau adalah Al-Qur`an. Tidakkah engkau membaca firman Allah SWT ‘Sungguh engkau berbudi pekerti yang agung’?”
Bahwa gambaran apa saja yg diperintahkan Al-Qur`an pasti beliau
lakukan. Dan apa saja yang dilarang Al-Qur`an beliau tinggalkan. Selain
memang Allah SWT telah menciptakan beliau dengan sebaik-baik tabiat dan
akhlak seperti rasa malu, dermawan, berani, penuh pemaaf, sangat sabar
dan lain sebagai dari perangai-perangai yg baik.
Kebagusan akhlak ini tampak dari diri beliau ketika bergaul dengan
istri sanak family sahabat masyarakat bahkan dengan musuhnya. Tidak
heran masyarakat Quraisy yang paganis ketika itu memberi gelar pada
beliau Al-Amin, yakni orang yang terpercaya, jujur,
tidak pernah dusta, lagi amanah, sebagai bentuk pengakuan terhadap salah
satu pekerti beliau yang mulia.
Ahlak Rasulullah SAW Bersama Istrinya
Keberadaan Rasulullah SAW sebagai pemimpin tiap hari tersibukkan
dengan beragam persoalan umat, mengurusi dan membimbing mereka bukanlah
menjadi alasan beliau untuk tidak meluangkan waktu membantu istri di
rumah.
Bahkan didapati beliau adalah orang yang perhatian terhadap pekerjaan dalam rumah. Sebagaimana persaksian Aisyah radhiyallahu ‘anha ketika ditanya tentang apa yang dilakukan Rasulullah SAW ketika di rumah.
Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan: “Beliau biasa membantu istrinya. Bila datang waktu shalat beliau pun keluar untuk menunaikan shalat.”
Beliau ikut turun tangan meringankan pekerjaan yang ada,
“Beliau manusia sebagaimana manusia yang lain. Beliau membersihkan pakaian memerah susu kambing dan melayani diri sendiri.”
Sifat penuh pengertian kelembutan kesabaran dan mau memaklumi keadaan
istri amat lekat pada diri Rasul. Aisyah radhiyallahu ‘anha berbagi
cerita tentang kasih sayang dan pengertian beliau SAW:
“Rasulullah SAW masuk ke rumahku sementara di sisiku ada dua
budak perempuan yang sedang berdendang dengan dendangan Bu’ats. Beliau
berbaring di atas pembaringan dan membalikkan wajahnya. Saat itu
masuklah Abu Bakr. Ia pun menghardikku dengan berkata ‘Apakah seruling
setan dibiarkan di sisi Nabi SAW?’ Rasulullah SAW menghadap ke arah Abu
Bakr seraya berkata ‘Biarkan keduanya’. Ketika Rasulullah telah tertidur
aku memberi isyarat kepada kedua agar menyudahi dendangan dan keluar.
Kedua pun keluar.”
“Termasuk akhlak Nabi SAW beliau sangat baik hubungan dengan
para istri beliau. Wajahnya senantiasa berseri-seri suka bersenda gurau
dan bercumbu rayu bersikap lembut terhadap mereka dan melapangkan mereka
dalam hal nafkah serta tertawa bersama istri-istrinya.Sampai-sampai
beliau pernah mengajak Aisyah Ummul Mukminin radhiyallahu ‘anha berlomba
lari utk menunjukkan cinta dan kasih sayang beliau terhadapnya.”
Ummul Mukminin Shafiyyah radhiyallahu ‘anha berkisah
bahwa suatu malam ia pernah mengunjungi Rasulullah SAW saat sedang
i’tikaf di masjid pada sepuluh hari yang akhir di bulan Ramadhan.
Shafiyyah berbincang bersama beliau beberapa waktu. Setelah ia pamitan
untuk kembali ke rumahnya. Rasulullah SAW pun bangkit untuk mengantarkan
istrinya. Hingga ketika sampai di pintu masjid di sisi pintu rumah Ummu
Salamah lewat dua orang dari kalangan Anshar kedua mengucapkan salam
lalu berlalu dgn segera.
Melihat gelagat seperti itu Rasulullah SAW menegur kedua “Pelan-pelanlah
kalian dalam berjalan tdk usah terburu-buru seperti itu karena tidak
ada yang perlu kalian khawatirkan. Wanita yg bersamaku ini Shafiyyah
bintu Huyai istriku.” Kedua menjawab “Subhanallah, wahai Rasulullah
tidaklah kami berprasangka jelek padamu.” Beliau menanggapi
“Sesungguhnya setan berjalan pada diri anak Adam seperti beredarnya
darah dan aku khawatir ia melemparkan suatu prasangka di hati kalian.”
Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah ditanya: “Apakah yang
dilakukan Rasulullah SAW di dalam rumah?” Ia radhiyallahu ‘anha
menjawab: “Beliau SAW adalah seorang manusia biasa. Beliau menambal
pakaian sendiri, memerah susu dan melayani diri beliau sendiri.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi)
Dari rumah beliau yang penuh berkah itulah memancar cahaya Islam,
sedangkan beliau sendiri tidak mendapatkan makanan yang dapat mengganjal
perut beliau. An-Nu’man bin Basyir menuturkan kepada kita keadaan
Rasulullah SAW:
”Aku telah menyaksikan sendiri keadaan Rasulullah SAW,
sampai-sampai beliau tidak mendapatkan kurma yang jelek sekalipun untuk
mengganjal perut.” (HR. Muslim)
Aisyah radhiyallahu ‘anha menuturkan:
“Kami, keluarga Muhammad, tidak pernah menya-lakan tungku masak selama sebulan penuh, makanan kami hanyalah kurma dan air.” (HR. Al-Bukhari)
Tidak ada satu perkara pun yang melalaikan Rasulullah SAW dari
beribadah dan berbuat ketaatan. Apabila sang muadzin telah
mengumandangkan azan; “Marilah tegakkan shalat! Marilah
menggapai kemenangan!” beliau segera menyambut seruan tersebut dan
meninggalkan segala aktifitas duniawi.
Diriwayatkan dari Al-Aswad bin Yazid ia berkata: “Aku pernah
bertanya kepada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha: ‘Apakah yang biasa dilakukan
Rasulullah SAW di rumah?’ ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha menjawab: “Beliau
biasa membantu keluarga, apabila mendengar seruan azan, beliau segera
keluar (untuk menunaikan shalat).” (HR. Muslim)
Tidak satupun riwayat yang menyebutkan bahwa beliau mengerjakan shalat fardhu di rumah, kecuali ketika sedang
sakit. Beliau SAW pernah terserang demam yang sangat parah. Sehingga
sulit baginya untuk keluar rumah, yakni sakit yang mengantar beliau
menemui Allah SAW.
Tawadhu’ Rasulullah SAW di hadapan istri-istri beliau
Rasulullah SAW bersikap tawadhu’ (rendah diri) dihadapan
istri-istrinya, sampai-sampai beliau membantu istri-istrinya dalam
menjalankan pekerjaan rumah tangga –meskipun ditengah kesibukan beliau
menunaikan kewajiban beliau untuk menyampaikan risalah Allah atau
kesibukan mengatur kaum muslimin-.
Aisyah berkata, “Rasulullah SAW dalam kesibukan membantu istrinya, dan jika tiba waktu sholat maka beliaupun pergi sholat”. (HR Al-Bukhari V/2245 no 5692)
Imam Al-Bukhari membawakan perkataan Aisyah ini dalam dua bab yaitu
“Bab tentang bagaimanakah seorang (suami) di keluarganya (istrinya)?”
dan “Bab seseorang membantu istrinya”
Urwah berkata kepada Aisyah, “Wahai Ummul Mukminin, apakah
yang dikerjakan oleh Rasulullah SAW jika ia bersamamu (di rumahmu)?”,
Aisyah berkata, “Ia melakukan (seperti) apa yang dilakukan oleh salah
seorang dari kalian jika sedang membantu istrinya, ia memperbaiki
sendalnya, menjahit bajunya, dan mengangkat air di ember”. (HR Ibnu Hibban (Al-Ihsan XII/490 no 5676, XIV/351 no 6440),)
Dalam buku Syama’il karya At-Thirmidzi, “Dan memerah susu kambingnya…” (Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani di As-Shahihah 671)
Berkata Ibnu Hajar, “Hadits ini menganjurkan untuk bersikap rendah
diri dan meninggalkan kesombongan serta seorang suami yang membantu
istrinya”. (Fathul Bari II/163)
Hal ini tidak sebagaimana yang kita lihat pada sebagian suami yang
merasa terhina jika melakukan hal-hal seperti ini, merasa rendah jika
membantu istrinya mencuci, meneyelesaikan beberapa urusan rumah tangga…,
apalagi jika mereka adalah para suami berjas (alias kantoran). Maka
seakan-akan pekerjaan seperti ini tidak pantas mereka kerjakan. Atau
mereka merasa ini hanyalah tugas ibu-ibu dan para suami tidak pantas dan
tidak layak untuk melakukannya.
Berikut ini beberapa kisah yang menunjukan tawadu’nya Rasulullah SAW dihadapan istri-istrinya
Dari Anas bin Malik berkata, “Suatu saat
Nabi SAW di tempat salah seorang istrinya maka salah seorang istri
beliau (yang lain) mengirim sepiring makanan. Maka istri beliau yang
beliau sedang dirumahnyapun memukul tangan pembantu sehingga jatuhlah
piring dan pecah (sehingga makanan berhamburan). Lalu Nabi SAW
mengumpulkan pecahan piring tersebut dan mengumpulkan makanan yang
tadinya di piring, beliau berkata, “Ibu kalian cemburu….” (HR Al-Bukhari V/2003 no 4927)
AKHLAK RASULULLAH SAW, “MENOLAK KEJAHATAN DENGAN KEBAIKAN….”
Rasulullah SAW adalah sosok pribadi yang dalam prilaku kesehariannya selalu mencerminkan akhlakul karimah.
Berikut ini adalah realitas kehidupan Rasulullah yang dapat menjadi
renungan kita semua dan dapat kita jadikan sebagai suri tauladan ……
“ Tatkala seorang pandir Quraisy mencegat rasulullah di tengah jalan,
lalu menyiramkan tanah di atas kepala beliau. Muhammad SAW diam
menahan pedih. kemudian pulang ke rumah dengan tanah yang masih menempel
di kepala. Fatimah, putrinya, kemudian datang mencucikan tanah di
kepala ayahnya itu. Ia membersihkannya sambil menangis. Tak ada yang
lebih pilu rasanya dalam hati seorang ayah daripada mendengar tangis
sang anak. Lebih-lebih anak perempuan.
Setitik air mata kepedihan yang mengalir dari kelopak mata seorang
putri adalah sepercik api yang membakar jantung. Beliau pun tak kuasa
menahan getir, lalu menangis tersedu-sedu di sisi sang putri. Juga,
secercah duka yang menyelinap ke dalam hati adalah rintihan jiwa yang
terasa mencekik leher, dan hampir pula menyuluti emosinya untuk
membalas. Tetapi Rasul Muhammad adalah seorang yang sabar dan pemaaf.
lalu, apakah yang beliau lakukan dengan tangis putrinya yang baru saja
kehilangan sang ibu tercinta itu?
Rasulullah Muhammad SAW hanya bisa menghadapkan jiwanya kepada Allah,
seraya memohon dikuatkan batinnya untuk menerima perlakuan keji itu. “Jangan menangis anakku” ucap sang ayah kepada putrinya yang sedang berlinang air mata itu. “Tuhan akan melindungi ayahmu.”
Inilah akhlak cantik yang telah diperlihatkan oleh Rasul kepada kita semua, “menolak kejahatan dengan kebaikan
“ meskipun ajaran agama memberikan kesempatan pada rasul yang telah
diperlakukan secara tidak manusiawi (dzalim) untuk mengadakan perlawanan
demi membela diri, bahkan, apabila mau bisa membalas . namun rasulullah
memilih sabar dan memaafkan perbuatan keji tersebut.
Sungguh, membalas kejahatan dengan kejahatan yang sama, tidak
dikenakan sanksi dosa, karena dosa itu hanya berlaku bagi orang-orang
yang berbuat aniaya (dzalim) tanpa berpijak pada logika kebenaran, namun
agama lebih mengutamakan sikap sabar dan saling memaafkan ketimbang
sikap saling membalas dan saling memusuhi.Kejahatan hendak dibalas
dengan kejahatan, tentulah bukan sebuah pilihan yang baik bagi
responsibiliti moral sebuah agama.
“ Dan, kalau kamu hendak melakukan pembalasan, balaslah
seperti yang mereka lakukan kepadamu. Tetapi, kalau kamu bersabar, maka
kesabaranmu itu lebih baik bagimu. Dan hendaklah kamu tabahkan hatimu,
karena berpegang kepada pertolongan Allah. Janganlah kamu bersedih hati
terhadap perbuatan mereka. Jangan pula engkau bersesak dada terhadap apa
yang mereka rencanakan.” (QS. Al-Nahl: 126-127).
Rasulullah SAW benci kepada orang yang berdiri menghormatinya
Dari Anas bin Malik t berkata :
“Tak seorangpun yang mereka cintai lebih dari cinta kepada
Rasulullah SAW tapi jika mereka melihat Rasululloh tidak berdiri
menghormati beliau karena mereka tahu bahwa beliau benci kepada hal yang
yang serupa.” (HR. Ahmad dan Turmudzi).
Sejarah tak akan mampu mengingkari betapa indahnya akhlak dan budi
pekerti Rasulullah tercinta, Sayyidina Muhammad SAW hingga salah seorang
isteri beliau, Sayyidatina A’isyah Rodhiyallahuanha mengatakan bahawa
akhlak Rasulullah adalah “Al-Qur’an”.
Tidak satu perkataan Rasulullah merupakan implementasi dari hawa
nafsu beliau, melainkan adalah berasal dari wahyu ilahi. Begitu halus
dan lembutnya perilaku seharian beliau. Rasulullah SAW adalah sosok yang
mandiri dengan sifat tawadhu’ yang tiada tandingnya.
Beliau pernah menjahit sendiri pakaiannya yang koyak tanpa harus
menyuruh isterinya. Dalam berkeluarga, beliau adalah seorang yang ringan
tangan dan tidak segan-segan untuk membantu pekerjaan istrinya di
dapur.
Selain itu dikisahkan bahwa beliau tiada merasa canggung makan
disamping seorang tua yang penuh kudis, kotor lagi miskin. Beliau adalah
seorang yang paling sabar dimana ketika itu pernah kain beliau ditarik
oleh seorang badui hingga membekas merah dilehernya, namun beliau hanya
diam dan tidak marah.
Dalam satu riwayat dikisahkan bahwa ketika beliau mengimami shalat
berjemaah, para sahabat mendapati seolah-olah setiap kali beliau
berpindah rukun terasa susah sekali dan terdengar bunyi yang aneh.
Selepas shalat, salah seorang sahabat, Sayyidina Umar bin Khatthab
bertanya,
“Ya Rasulullah, kami melihat seolah-olah baginda menanggung
penderitaan yang amat berat. Sedang sakitkah engkau ya Rasulullah?
“Tidak ya Umar. Alhamdulillah aku sehat dan segar.” Jawab Rasulullah.
“Ya Rasulullah, mengapa setiap kali Baginda menggerakkan tubuh, kami
mendengar seolah-olah sendi-sendi tubuh baginda saling bergesekkan? Kami
yakin baginda sedang sakit”. Desak Sayyidina Umar penuh cemas.
Akhirnya, Rasulullah pun mengangkat jubahnya. Para sahabatpun
terkejut ketika mendapati perut Rasulullah SAW yang kempis tengah di
lilit oleh sehelai kain yang berisi batu kerikil sebagai penahan rasa
lapar.
Ternyata, batu-batu kerikil itulah yang menimbulkan bunyi aneh setiap kali tubuh Rasulullah SAW bergerak.
Para sahabatpun berkata, “Ya Rasulullah, adakah bila baginda menyatakan lapar dan tidak punya makanan, kami tidak akan mendapatkannya untuk tuan?”. Baginda Rasulullah pun menjawab dengan lembut, “Tidak
para sahabatku. Aku tahu, apapun akan kalian korbankan demi Rasulmu.
Tetapi, apa jawabanku nanti dihadapan Allah, apabila aku sebagai
pemimpin, menjadi beban bagi umatnya? Biarlah rasa lapar ini sebagai
hadiah dari Allah buatku, agar kelak umatku tak ada yang kelaparan di
dunia ini, lebih-lebih di akhirat nanti.
SIFAT DAN AKHLAK RASULULLAH S.A.W / CIRI-CIRI FISIK
Diriwayatkan oleh Ya’kub bin al-Fasawy dari Hassan bin Ali r.a, dia berkata, “Pernah
aku tanyakan kepada bapa saudaraku yang bernama Hindun bin Abi Haala
kerana dia adalah seorang yang pandai sekali dalam menyifatkan tentang
peribadi Rasulullah SAW, dan aku sangat senang sekali mendengarkan sifat
Rasulullah SAW untuk aku jadikan bahan ingatan.
Maka katanya, “Rasulullah SAW adalah agung dan diagungkan, wajahnya berkilauan
bagaikan bulan purnama, tingginya cukup (tidak pendek dan tidak
jangkung), dadanya lebar (bidang), rambutnya selalu rapi dan terbelah di
tengahnya, rambutnya panjang sampai pada hujung telinganya, dan
berambut banyak, mukanya bergabung menjadi satu, di antara kedua alisnya
ada urat yang dapat dilihat pada waktu Baginda sedang marah, hidungnya
membungkuk di tengahnya dan kecil lubangnya, nampak sekali padanya
cahaya, sehingga orang yang memperhatikannya mengira hidung Baginda itu
tinggi (mancung).
Janggutnya (jambang) lebat, bola matanya sangat hitam sekali, kedua
pipinya lembut (halus), mulutnya tebal, giginya putih bersih dan jarang,
pada dadanya tumbuh bulu halus, lehernya indah seperti berkilauan saja,
bentuknya sedang, agak gemuk dan gesit (lincah), antara perut dan
dadanya sama (tegak), dadanya lebar, di antara dua bahunya melebar,
tulangnya besar, kulitnya bersih, antara dada sampai ke pusarnya
ditumbuhi bulu halus seperti garis, pada kedua teteknya dan pada
perutnya tidak ada bulu, sedangkan pada kedua hastanya dan kedua bahunya
dan pada dadanya ditumbuhi bulu, lengannya panjang, telapaknya lebar,
halus tulangnya, jari telapak kedua tangan dan kakinya tebal berisi
daging, panjang hujung jarinya, rongga telapak kakinya tidak terkena
tanah apabila Baginda sedang berjalan, kedua telapak kakinya lembut
(licin) tidak ada lipatan dan kerutan.
Apabila berjalan derapan kakinya itu terangkat tinggi seolah-olah air
yang sedang jatuh (jalannya ringan, kakinya terangkat, tetapi tidak
seperti jalannya orang yang sombong), jalannya tunduk dan menunjukkan
kehebatan, apabila berjalan, maka jalannya agak cepat bagaikan dia turun
dari tempat yang tinggi, apabila menoleh, Baginda menolehkan seluruh
badannya, matanya selalu tertunduk ke bawah, dan pandangannya sentiasa
memperhatikan sesuatu dengan bersungguh-sungguh, selalu berjalan dengan
para sahabatnya, dan selalu memulai dengan salam apabila Baginda
berjumpa dengan
sesiapa pun.”
KEBIASAAN RASULULLAH SAW
Kataku selanjutnya, “Terangkanlah kepadaku tentang kebiasaannya.” Maka katanya,
“Keadaan pribadi Rasulullah SAW itu biasanya tampak selalu
kelihatan seolah-olah selalu berfikir, tidak pernah mengecap istirahat
walau sedikit pun, tidak berbicara kecuali hanya apabila perlu,
senantiasa diam, selalu memulai berbicara dan menutupnya dengan sepenuh
mulutnya (jelas), apabila sedang berbicara Baginda selalu memakai
kalimat-kalimat yang banyak artinya (bijaksana), pembicaraannya itu
jelas tanpa berlebihan ataupun kurang, lemah lembut budi pekertinya,
tidak kasar, tetapi bukannya rendah, selalu mengagungkan nikmat Allah
SAWWT walaupun yang sekecil-kecilnya dan tidak pernah mencela-Nya
sedikit pun.
RASULULLAH SAW APABILA DI LUAR
Kata Hassan selanjutnya, “Kemudian aku tanyakan kepada ayahku bagaimanakah keadaan Rasulullah SAW apabila berada di luar.“
Maka jawabnya, “Rasulullah SAW sentiasa menjaga lidahnya
kecuali hanya untuk berbicara seperlunya, apabila berbicara senantiasa
berbicara dengan halus (lemah-lembut) dan tidak pernah berbicara dengan
kasar terhadap mereka, dan senantiasa memuliakan terhadap orang yang
terpandang (berkedudukan) dan memperingatkan orang jangan sampai ada
yang bertindak menyinggung perasaannya dan perbuatannya. Kebiasaan
Baginda selalu menanyakan keadaan sahabat-sahabatnya, dan Baginda selalu
memuji segala sesuatu yang baik dan membenci segala sesuatu yang buruk.
Segala urusannya itu dibuatnya sebaik mungkin. Tidak pernah
Baginda lalai atau malas, demi menjaga jangan sampai mereka melalaikan
dan meremehkan. Segala sesuatu dipersiapkannya terlebih dahulu, dan
tidak pernah akan meremehkan (mengecilkan) kebenaran. Orang yang paling
terpandang menurut Rasulullah SAW ialah mereka yang paling baik
kelakuannya, orang yang paling mulia ialah mereka yang paling banyak
bernasihat (memberikan petunjuk) kepada orang lain, dan orang yang
paling tinggi sekali kedudukannya ialah orang yang selalu ramah-tamah
dan yang paling banyak menolong orang lain.”.
Kata Hasan, “Kemudian aku tanyakan tentang duduknya Rasulullah SAW.
Jawabnya,
“Kebiasaan Rasulullah SAW tidak pernah duduk ataupun berdiri
melainkan dengan berzikir, tidak pernah menguasai tempat duduk dan
Baginda melarang seseorang untuk menguasai tempat duduk, dan apabila
Baginda sampai pada tempat orang yang sedang berkumpul maka Baginda
duduk di mana ada tempat terluang (tidak pernah mengusir orang lain dari
tempat duduknya) dan Baginda juga menyuruh berbuat seperti itu.
Baginda selalu memberikan kepuasan bagi sesiapa saja yang
duduk bersama Baginda, sehingga jangan sampai ada orang yang merasa
bahawa orang lain dimuliakan oleh Baginda lebih daripadanya. Apabila ada
yang duduk di majlisnya, Baginda selalu bersabar sampai orang itu yang
akan bangkit terlebih dahulu (tidak pernah mengusir teman duduknya).
Dan apabila ada yang meminta pada Baginda sesuatu hajat maka
Baginda selalu memenuhi permintaan orang itu, atau apabila tidak dapat
memenuhinya Baginda selalu berkata kepada orang itu dengan perkataan
yang baik. Semua orang selalu puas dengan budi pekerti Baginda sehingga
mereka selalu dianggap sebagai anak Baginda dalam kebenaran dengan tidak
ada perbezaan sekikit pun di antara mereka dalam pandangan Baginda.
Kemudian majlis Baginda itu adalah tempatnya orang yang
ramah-tamah, malu, orang sabar dan menjaga amanah, tidak pernah di
majlisnya itu ada yang mengeraskan suaranya, di majlisnya itu tidak akan
ada yang mencela seseorang jelek dan tidak akan ada yang menyiarkan
kejahatan orang lain. Di majlisnya itu mereka selalu sama rata, yang
dilebihkan hanya ketakwaan saja, mereka saling berlaku rendah diri
(bertawadhu’) sesama mereka, yang tua selalu dihormati dan yang muda
selalu disayangi, sedangkan orang yang punya hajat lebih diutamakan
(didahulukan) dan orang-orang asing (ghorib) selalu dimuliakan dan
dijaga perasaannya.”
RASULULLAH SAW DI TENGAH PARA SAHABAT
Kata Hassan, “Maka aku tanyakan tentang keadaannya apabila Baginda sedang berada di tengah-tengah para sahabatnya.
Jawabnya, “Rasulullah SAW sentiasa periang (gembira), budi
pekertinya baik, sentiasa ramah-tamah, tidak kasar maupun bengis
terhadap seseorang, tidak suka berteriak-teriak, tidak suka perbuatan
yang keji, tidak suka mencaci, dan tidak suka bergurau (olok-olokan),
selalu melupakan apa yang tidak disukainya, dan tidak pernah menolak
permintaan seseorang yang meminta.
Beliau meninggalkan tiga macam perbuatan :
Beliau tidak mau mencela seseorang atau menjelekkannya, dan tidak pernah mencari-cari kesalahan seseorang, dan tidak akan berbicara kecuali yang baik saja (yang bermanfaat).
Namun apabila Baginda sedang berbicara maka pembicaraannya itu akan membuat orang
yang ada di sisinya menjadi tunduk, seolah-olah di atas kepala mereka
itu ada burung yang hinggap. Apabila Baginda sedang berbicara maka yang
lain diam mendengarkan, namun apabila diam maka yang lain berbicara,
tidak ada yang berani di majlisnya untuk memutuskan pembicaraan Beliau.
Beliau sentiasa ikut tersenyum apabila sahabatnya tersenyum
(tertawa), dan ikut juga takjub (hairan) apabila mereka itu merasa
takjub pada sesuatu, dan Baginda sentiasa bersabar apabila menghadapi
seorang baru (asing) yang atau dalam permintaannya sebagaimana sering
terjadi.
Beliau bersabda, “Apabila kamu melihat ada orang yang berhajat maka
tolonglah orang itu, dan Baginda tidak mahu menerima pujian orang lain
kecuali dengan sepantasnya, dan Baginda tidak pernah memotong
pembicaraan orang lain sampai orang itu sendiri yang berhenti dan
berdiri meninggalkannya.”
RASULULLAH SAW APABILA DIAM
Kata Hassan, “Selanjutnya aku tanyakan padanya bagaimanakah peribadi Rasulullah SAW apabila Baginda diam.
Jawabnya,
“Diamnya Rassulullah SAW terbagi dalam empat keadaan : diam karena
berlaku santun, diam karenaa selalu berhati-hati, diam untuk
mempertimbangkan sesuatu dan diam karena sedang berfikir.
Adapun pertimbangannya berlaku untuk mempertimbangkan pendapat orang
lain serta mendengarkan pembicaraan orang lain, sedangkan pemikirannya
selalu tertuju pada segala sesuatu yang akan kekal dan sesuatu yang akan
lenyap.
Pribadi Rasulullah sAW sentiasa berlaku santun dan sabar dan Baginda
tidak pernah membuat kemarahan seseorang dan tidak pernah membuat
seseorang membencinya, dan Baginda sentiasa berlaku hati-hati dalam
segala perkara; selalu suka pada kebaikan, dan berbuat sekuat tenaga
untuk kepentingan dan demi kebaikan mereka itu baik di dunia mahupun
kelak di akhirat.”
Rasulullah SAW adalah suri teladan kita. Beliau dijuluki
sebagai The Living Quran (Alquran hidup). Dan ini diperkuat oleh
pernyataan Aisyah RA, ”Akhlak beliau (Rasulullah) adalah Alquran.” (HR Abu Dawud dan Muslim).
Sejak kecil Nabi Muhammad SAW hidup dalam kemiskinan dan
kesederhanaan. Rumah beliau di samping sebelah timur Masjid Nabawi,
sangat kecil. Atapnya rendah terbuat dari rumbia kurma yang bisa
disentuh tangan karena pendeknya.
Di dalam rumah beliau nyaris tak ada perabot. Yang tampak hanya
tempat minum beliau yang terbuat dari kayu keras yang dipatri dengan
besi dan sebuah baju besi yang biasa dipakai beliau ketika berperang.
Baju besi inipun konon menjelang Nabi SAW wafat digadaikan kepada
seorang Yahudi. Tempat tidur beliau selembar tikar dari anyaman pelepah
kurma.
Pernah seorang sahabat menawarkan tempat tidur yang lebih layak bagi
seorang Rasul Allah. Namun, beliau menjawab, ”Apalah artinya dunia
bagiku … bukankah engkau rela mereka memperoleh dunia sedangkan kita
memperoleh akhirat?” Begitulah gambaran kesederhanaan beliau yang tidak
butuh dunia dan tidak silau dengan gemerlapnya harta.
Rasulullah SAW juga sangat rendah hati. Walau seorang pemimpin agung,
beliau tidak mau disanjung dan dihormati serta dielu-elukan. Anas bin
Malik RA berkata, ”Para sahabat yang mau berdiri menyambut
kehadiran Rasulullah, tidak jadi berdiri, ketika tahu bahwa Rasulullah
tidak mau dihormati seperti itu.” (HR Ahmad).
Walau beliau sibuk dengan pekerjaannya, tapi jika mendengar azan,
beliau segera ke masjid. Belum pernah Rasulullah shalat di rumah kecuali
shalat sunah. Sifat Rasulullah yang lain ialah mudah berkomunikasi
dengan siapa pun, berlaku sopan, lemah lembut, sabar, tidak pernah marah
walau disakiti, namun wajah beliau akan berubah merah padam bila
melihat kemungkaran atau hak-hak Allah diinjak-injak dan dihina.
Sehingga, tidaklah berlebihan kalau Allah sendiri memujinya, ”Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari
kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS Al Ahzab [33]: 21).
AKHLAK RASULULLAH DIUNDANG MAKAN SEORANG BUDAK
Dan Rasulullah SAW tidak pernah mau mengecewakan orang lain,
sebagaimana diriwayatkan dalam Shahih Al Bukhari bahwa seorang wanita (
Barirah RA) seorang budak wanita miskin dari Afrika, ia mengundang Rasul
SAW karena diberi makanan oleh salah seorang sahabat makanan yang
sangat enak, maka ia tidak berani memakannya karena sudah lama ingin
mengundang Rasul SAW tapi malu tidak punya apa-apa.
Maka ketika datang makanan enak sebelum ia ingin mencicipinya, seumur
hidup dia belum mencicipinya dia teringat kepada Rasul SAW, aku ingin
Rasul datang mumpung ada makanan yang enak padahal seumur hidup dia
belum mencicipi makanan itu.
Barirah yang susah ini pun datang mengundang Rasul SAW ke rumahnya,
maka Rasul SAW datang bersama para sahabat untuk menyenangkan Barirah RA
seorang budak wanita yang miskin, Rasul saw tidak ingin mengecewakan
orang lain maka datang Sang Nabi bersama para sahabat, para sahabat
melihat makanan yang sangat enak dan mahal tidak mungkin Barirah
membelinya sendiri, maka berkata para sahabat :
“Yaa Rasulallah barangkali ini adalah makanan zakat, sedangkan
engkau tidak boleh memakan zakat dan shadaqah , kalau bukan makanan
zakat ya makanan shadaqah, tentunya kau tidak boleh memakannya”…
Berubahlah hati Barirah dalam kekecewaan, hancur hatinya dengan
ucapan itu walau ucapan itu benar Rasul SAW tidak boleh memakan shadaqah
dan zakat, namun ia tidak teringat akan hal itu karena memang ia di
sedekahi makanan ini, hancur perasaan Barirah RA dan bingung juga risau
dan takut serta kecewa dan bingung karena sudah mengundang Rasul SAW
untuk makan makanan yang diharamkan pada Rasulullah SAW.
Namun bagaimana manusia yang paling indah budi pekertinya dan bijaksana, maka Rasul SAW berkata : “
Makanan ini betul shadaqah untuk Barirah dan sudah menjadi milik
Barirah, Barirah menghadiahkan kepadaku maka aku boleh memakannya “, dan Rasul SAW pun memakannya.
Demikianlah jiwa yang paling indah tidak ingin mengecewakan para
fuqara’, itu makanan sedekah betul untuk Barirah tapi sudah menjadi
milik Barirah dan Barirah tidak menyedekahkannya padaku ( Rasulullah SAW
) tapi menghadiahkannya kepadaku demikian indahnya Sayyidina Muhammad
SAW,
Dalam suatu peperangan
Seorang musuh ( Da’thur ) dapat menghampiri
Rasulullah yang sedang beristirahat. Dengan pedang terhunus musuh
berkata, “Siapa lagi yang dapat menyelamatkan engkau?”
Dengan tenang Rasulullah menjawab, “ALLAH!”
Tiba-tiba pedang terlepas dari tangannya, sebagai satu mukjizat ALLAH
pada Rasulullah. Maka Rasulullah pun mengambil pedang itu dan
mengangkatnya ke hadapan musuh dan bertanya,
“Siapa pula yang dapat menyelamatkan kamu sekarang?”
“Tiada siapa-siapa lagi” jawabnya.
Lantas nabi pun memaafkannya. Sehingga karena itu orang tersebut berkata
pada kawan-kawannya, “Aku baru kembali dari berjumpa sebaik-baik
manusia.”
Jika dinilai bahwa Rasulullah s.a.w. adalah sempurna di dalam kedua
bentuk sifat akhlak melalui pembuktian di atas, maka melalui itu
dibuktikan juga keluhuran akhlak para Nabi-nabi lainnya dan dengan
demikian telah meneguhkan Kenabian mereka, kitab-kitab yang mereka bawa
serta kenyataan bahwa mereka semua adalah kekasih Allah SWT.
Rasulullah dan Pengemis Buta
Di sebuah sudut Kota Madinah, selalu mangkal seorang pengemis Yahudi
buta. Setiap orang yang mendekati, ia selalu berkata, “Wahai Saudaraku,
jangan engkau dekati Muhammad yang mengaku sebagai Rasul itu. Dia gila,
pembohong, dan tukang sihir. Jika kamu mendekatinya, dia akan
memengaruhimu.”
Walau begitu busuk hati dan perbuatan pengemis itu, setiap pagi
Rasulullah selalu membawakan makanan untuknya. Tanpa berkata, beliau
menyuapi pengemis itu. Rasulullah melakukan hal ini hingga wafat.
Ketika Abu Bakar berkunjung ke rumah Aisyah, beliau bertanya, “Wahai
anakku, adakah sunah Rasulullah yang belum aku kerjakan?” Aisyah
menjawab, “Wahai ayah, engkau ahli sunah, hampir tidak ada sunah yang
belum ayah lakukan, kecuali setiap pagi Rasulullah pergi ke ujung pasar
dengan membawa makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang berada di
sana.”
Keesokan harinya Abu Bakar pergi ke sudut pasar dengan membawa
makanan. Abu Bakar memberikan makanan kepada sang pengemis. Ketika mulai
menyuapi, pengemis marah sambil berteriak, “Siapa kamu?” Abu Bakar
menjawab, “Aku orang yang biasa.” Pengemis membantah, “ Engkau bukan
orang yang biasa datang. Apabila orang itu datang, tanganku tidak susah
memegang dan mulutku tidak akan susah mengunyah. Orang itu selalu
menghaluskan makanan terlebih dahulu sebelum menyuapkannya kepadaku.”
Abu Bakar tidak dapat menahan air matanya. Ia menangis sambil berkata
jujur, “Aku memang bukan orang yang biasa datang padamu. Aku sahabatnya.
Orang mulia itu telah tiada. Ia adalah Muhammad Rasulullah SAW.”
Setelah pengemis Yahudi itu mendengar cerita Abu Bakar, ia menangis dan
berkata, “Benarkah demikian? Selama ini aku selalu menghinanya,
memfitnahnya, tapi ia tidak pernah memarahiku sedikit pun. Ia
mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi. Ia begitu mulia.”
Pengemis Yahudi buta tersebut akhirnya masuk Islam dan bersyahadat di
hadapan Abu Bakar.
Itulah salah satu bentuk keagungan seorang Muhammad. Kebaikannya dan
ketinggian akhlaknya tidak terbendung oleh kebencian dan cercaan.
Bahkan, beda keyakinan yang notabene merupakan hal yang paling esensial,
menjadi lebur di hadapan keluhuran hatinya. Ini sebuah cermin dan
teladan yang sangat dibutuhkan ketika saling pengertian, toleransi, dan
objektivitas menjadi barang mahal.
AKHLAK RASULULLAH TERHADAP ANAK YATIM
Fajar 1 Syawal menyingsing, menandai berakhirnya bulan penuh
kemuliaan. Senyum kemenangan terukir di wajah-wajah perindu Ramadhan,
sambil berharap kembali meniti Ramadhan di tahun depan. Satu persatu
kaki-kaki melangkah menuju tanah lapang, menyeru nama Allah lewat
takbir, hingga langit pun bersaksi, di hari itu segenap mata tak kuasa
membendung airmata keharuan saat berlebaran. Sementara itu, langkah
sepasang kaki terhenti oleh sesegukan gadis kecil di tepi jalan.
“Gerangan apakah yang membuat engkau menangis anakku?” lembut menyapa suara itu menahan beberapa detik segukan sang gadis.
Tak menoleh gadis kecil itu ke arah suara yang menyapanya, matanya
masih menerawang tak menentu seperti mencari sesosok yang amat ia rindui
kehadirannya di hari bahagia itu. Ternyata, ia menangis lantaran tak
memiliki baju yang bagus untuk merayakan hari kemenangan.
“Ayahku mati syahid dalam sebuah peperangan bersama Rasulullah,”
tutur gadis kecil itu menjawab tanya lelaki di hadapannya tentang
Ayahnya.
Seketika, lelaki itu mendekap gadis kecil itu. “Maukah engkau,
seandainya Aisyah menjadi ibumu, Muhammad Ayahmu, Fatimah bibimu, Ali
sebagai pamanmu, dan Hasan serta Husain menjadi saudaramu?” Sadarlah
gadis itu bahwa lelaki yang sejak tadi berdiri di hadapannya tak lain
Muhammad Rasulullah SAW, Nabi anak yatim yang senantiasa memuliakan anak
yatim. Siapakah yang tak ingin berayahkan lelaki paling mulia, dan
beribu seorang Ummul Mukminin?
Begitulah lelaki agung itu membuat seorang gadis kecil yang bersedih
di hari raya kembali tersenyum. Barangkali, itu senyum terindah yang
pernah tercipta dari seorang anak yatim, yang diukir oleh Nabi anak
yatim. Rasulullah membawa serta gadis itu ke rumahnya untuk diberikan
pakaian bagus, terbasuhlah sudah airmata. Lelaki agung itu, shalawat dan
salam baginya.
Sumamah adalah tokoh Hunaifiyah yang banyak membunuh para pemeluk
agama Islam. Namun pada akhirnya, ia tertangkap dan menjadi tawanan
pihak muslim. Tawanan itu pun diajukan ke hadapan Rasulullah. Segera
setelah melihat Sumamah, beliau memerintahkan para sahabat di
sekelilingnya agar memperlakukannya dengan baik. Sumamah sangat rakus
bila makan, bahkan bisa melahap jatah makanan sepuluh orang sekaligus
tanpa merasa bersalah.
Setiap kali bertemu Nabi ia selalu mengatakan, “Muhammad! Aku telah
membunuh orang-orangmu. Jika kamu ingin membalas dendam, bunuh saja aku!
Namun jika kamu menginginkan tebusan, aku siap membayar sebanyak yang
kamu inginkan.”
Rasulullah hanya mendengarkan ucapannya dan tidak mengucapkan sepatah
kata pun. Beberapa hari kemudian Rasulullah membebaskan Sumamah pergi.
Setelah melangkah beberapa jauh, Sumamah berhenti di bawah sebuah pohon.
Ia selalu berpikir, berpikir, dan berpikir. Kemudian ia duduk di atas
pasir dan masih tetap tidak habis pikir. Setelah beberapa lama ia
bangkit, lalu mandi, dan mengambil air wudlu, kemudian kembali menuju
rumah Rasulullah. Dalam perjalanan menuju rumah Rasulullah ia menyatakan
masuk Islam.
Sumamah menghabiskan beberapa hari bersama Rasulullah dan kemudian
pergi ke Mekah untuk mengunjungi Ka’bah. Sesampainya di sana, Sumamah
menyatakan dengan suara lantang, “Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu
Akbar.”
Saat itu Mekah masih berada di bawah kekuasaan Quraisy. Orang-orang
menghampirinya dan mengepung. Pedang sudah terayun-ayun mengintai kepala
dan lehernya. Salah seorang dari kerumunan itu berkata, “Jangan bunuh
dia! Jangan bunuh dia! Dia adalah penduduk Imamah. Tanpa suplai makanan
dari Imamah kita tidak akan hidup.”
Sumamah menimpali, “Tetapi itu saja tidak cukup! Kalian telah sering
menyiksa Muhammad. Pergilah kalian menemuinya dan minta maaflah pada
beliau dan berdamailah dengannya! Kalau tidak, maka aku tidak akan
mengizinkan satu biji gandum pun dari Imamah masuk ke Mekah.”
Sumamah kembali ke kampung halamannya dan ia benar-benar menghentikan
suplai gandum ke Mekah. Bahaya kelaparan mengancam peduduk Mekah. Para
penduduk Mekah mengajukan permohonan kepada Rasulullah, “Wahai Muhammad!
Engkau memerintahkan agar berbuat baik kepada kerabat dan tetangga.
Kami adalah kerabat saudaramu, akankah engkau membiarkan kami mati
kelaparan dengan cara seperti ini?”
Seketika itu pula Rasulullah menulis surat kepada Sumamah, memintanya
untuk mencabut larangan suplai gandum ke Mekah. Sumamah dengan rela
hati mematuhi perintah tersebut. Penduduk Mekah pun selamat dari bahaya
kelaparan. Seperti yang sudah-sudah, setelah mereka kembali menerima
suplai gandum, mereka mulai mempersiapkan rencana busuk untuk
menyingkirkan Rasulullah.
***
Mengapa Sumamah masuk Islam? Sumamah masuk Islam karena ia mendapat
perlakuan baik dari Rasulullah dan para sahabat. Padahal, saat itu
Rasulullah punya kuasa untuk menghabisi nyawa Sumamah, baik dengan
tangannya sendiri maupun melalui para sahabat. Kalaupun Sumamah dibunuh,
wajar karena ia telah membunuh banyak orang dari kaum Muslim.
Namun, mengapa Rasulullah tidak berbalas dendam kepada Sumamah atas
banyaknya korban nyawa kaum Muslim? Di sinilah letak keluhuran budi
Rasulullah. Untuk “menjinakkan hati” seseorang, Rasulullah tidak dendam
dengan melakukan tindak kekerasan yang sama—seperti yang pernah
dilakukan oleh Sumamah terhadap kaum Muslim. Rasulullah justru
menunjukkan sikap baiknya dengan memberi makan—seperti yang disukai
Sumamah. Karena telah menaruh simpati yang dalam terhadap Rasulullah, ia
masuk Islam dan ia memenuhi permintaan Rasululah Saw untuk mencabut
larangan suplai gandum bagi penduduk Mekah.
Keluhuran budi Rasulullah Saw. tak diragukan lagi, baik terhadap
kawan maupun lawan. Beliau adalah sosok ideal yang layak kita tiru,
tidak terkecuali dalam dakwah. Dengan sikap lembutnya, beliau mampu
menyuguhkan dakwah memikat. Sejarah telah membuktikan kepada kita betapa
Rasulullah Saw selalu berhasil menaklukkan lawan bicara dan akhirnya
mereka tertarik serta masuk Islam dengan penuh kesadaran. Keberhasilan
dakwah Nabi Muhammad Saw. dapat kita rasakan hingga hari ini di mana
Islam mampu menembus pelosok dunia yang semakin mengglobal.
Di antara akhlak Rasulullah terhadap Allah SWT, ‘Aisyah menceritakan: Suatu
ketika ditengah malam ‘Aisyah merasa kehilangan Rasulullah ditempat
tidurnya, setelah diraba-raba, tidak ditemukan, ternyata dijumpainya
beliau sedang shalat. Usai shalat, ‘Aisyah bertanya: “Ya Rasulullah
Anda adalah orang yang sudah dijamin oleh Allah dengan surgaNya, Anda
juga ma’shum (terjaga dari dosa), diampuni oleh Allah, namun kenapa anda
terus melakukan shalat sampai nyaris, kaki anda bengkak? Beliau
menjawab: afala uhibba, an akuuna ‘abadan syakuuraa (apakah aku tidak
senang, kalau aku berpredikat sebagai hamba Allah yang pandai
bersyukur?).
Jadi, cara bersyukur Rasulullah adalah dengan mengabdi dan beribadah
kepada Allah dengan sebanyak-banyaknya. Lalu bagaimana dengan kita, yang
dosanya senantiasa bertambah, sementara jaminan surga juga tidak ada?
Ibnu Umar juga pernah menanyakan kepada ‘Aisyah: “Ya ‘Aisyah!
beritahukan kepadaku hal-hal yang menakjubkan pada diri Rasullulah SAW
yang pernah engkau saksikan”. ‘Aisyah sambil menangis menjawab: “Kullu amrihi kaana ‘ajaban” (semua urusan Rasulullah, semua hal ikhwal beliau sangat mengagumkan).
Suatu malam aku mendatangi beliau karena memang malam itu giliranku.
Aku menjumpai beliau, kulitku besentuhan dengan kulit beliau, kemudian
beliau bekata: “Dzarinii ata’abbadu lirobbi ‘azza wajalla” (biarkan aku beribadah kepada Tuhanku yang Maha perkasa. ‘Aisyah pun berkata: walloohi inii uhibbu an ta’budalloh (sungguh demi Allah aku senang melihat engkau mendekatkan diri kepada Allah untuk beribadah).
Selanjutnya diceritakan, Rasulullah pun kemudian turun mengambil air
wudlu, mempergunakan air secukupnya. Menjelang subuh dia bangkit untuk
menunaikan shalat qoblal fajar, beliau menangis sehingga dagunya basah,
ketika sujud beliaupun menangis sehingga tempat sujudnya basah.
Lalu beliau berbaring menunggu waktu subuh, beliau tetap menangis,
sampai bilal, sang muadzin datang memberitahukan bahwa waktu subuh telah
datang. Kemudian bilal melihat wajah Rasulullah bengkak, sembab.
Dan bilal pun bertanya: wahai baginda Rasul, mengapa anda menangis?
Bukankah Allah telah mengampuni segala dosa anda yang dahulu maupun yang
akan datang. Beliau menjawab: “Wahai Bilal, celakalah, mengapa aku
tidak menangis, padahal malam ini, Allah telah menurunkan kepadaku
firmanNya (surat Ali-Imran ayat: 190) “Sungguh dalam penciptaan langit
dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda
bagi orang-orang yang berakal”. Kemudian Rasulullah bersabda: “sungguh
celaka orang yang membacanya tanpa memikirkan maknanya). Demikian secuil
dari akhlak Rasulullah terhadap Allah SWT.
Pada satu hari, hadir di dalam satu majlis makan seorang fakir yang
hitam legam kulitnya. Berkudis badannya. Para sahabat nampaknya kurang
senang dan bimbang kalau-kalau si fakir ini duduk bersebelahan dengan
mereka.
Tetapi apa reaksi Rasulullah s.a.w? Baginda bangun dan pegang tangan
si fakir, dipimpin dan dibawa masuk ke dalam majlis dan dibawanya duduk
betul-betul bersebelahan dengan baginda. Maka makanlah baginda dengan si
fakir itu bersama-sama. Begitulah rendah diri dan tawadhuknya baginda
terhadap manusia. Walhal nama baginda diletakkan di sisi nama Allah,
selaku manusia yang paling dikasihi oleh Allah.
Hingga kini nama itu masih disebut dan dilaungkan di seluruh dunia
setiap masa dan ketika. Namun begitu hatinya tetap merasakan dirinya
hamba allah yang hina. Tidak sedikit pun rasa sombong, angkuh dan
takabbur. Sebab itu baginda boleh memegang tangan si fakir yang kotor
dan busuk itu untuk duduk bersebelahan dengan baginda. Itulah akhlak
yang menjadi contoh dan tauladan kita.
Rasulullah s.a.w pernah dicaci maki, dihalau dan dilontar dengan batu
hingga mengalir darah meleleh hingga ke kakinya oleh kaum Thaqif di
Taif. Mereka itu marah dengan Rasulullah karena baginda mengajak mereka
kepada agama Islam.
Maka berlarilah Rasulullah s.a.w berlindung di sebalik bukit
menyembunyikan diri. Kemudian turunlah malaikat berkata kepada baginda :
“Wahai kekasih Allah, katakan apa saja untuk kami lakukan terhadap kaum
ini?. Maka Jawab baginda dengan jawaban yang tidak pernah diduga oleh
siapapun. Kata-kata yang lahir daripada jiwa yang benar-benar mulia lagi
suci murni. Inilah akhlak baginda yang mesti menjadi panutan kita.
Baginda memaafkan kesalahan orang yang menzalimi baginda dengan
katanya : “Wahai Tuhan! Berilah petunjuk kepada kaumku karena mereka
tidak mengetahui.” Begitulah baiknya Rasulullah s.a.w. Orang yang
menyakitinya pun di doakannya.
(Dirangkum dari berbagai sumber)